UU Hukum Pidana (KUHP) Pasal 372 dan Pasal 486

 

UU Hukum Pidana (KUHP) Pasal 372 dan Pasal 486

asal 372 dan Pasal 486
Pasal 372 dan Pasal 486

 

 

 

 

Pasal yang mengatur penggelapan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah Pasal 372 KUHP. Penggelapan adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan seseorang untuk memiliki barang milik orang lain, baik sebagian atau seluruhnya, secara sengaja atau tidak sengaja. 

Pasal 372 KUHP berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu”. 

Selain Pasal 372 KUHP, ada juga pasal-pasal lain yang mengatur penggelapan, yaitu:
  • Pasal 374 KUHP mengatur penggelapan dengan pemberatan 
  • Pasal 415 KUHP mengatur penggelapan dalam jabatan 
  • Pasal 376 KUHP mengatur penggelapan terhadap keluarga 
  • Pasal yang MengaturPenggelapan diatur dalam Pasal372 KUHP.Penggelapan terjadi ketika seseorang yang menguasai barang milik orang lain secara sah, kemudian dengan sengaja menggelapkan barang tersebut untuk kepentingan pribadi.
    • Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dipidana karena penggelapan. 
    • Pidana yang dikenakan adalah pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. 
      Pasal 486 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang penggelapan. Bunyi pasal tersebut adalah: 
      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 mengatur tentang KUHP untuk mewujudkan hukum pidana nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 

Pasal 310 UU LLAJ

Pasal 310 UU LLAJ
Pasal 310 UU LLAJ

 

Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas adalah: 

  • Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ mengatur tentang pidana bagi pelaku yang mengemudikan kendaraan bermotor dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat. 
  • Pasal 312 UU LLAJ mengatur tentang pidana bagi pelaku tabrak lari 
  • Pasal 310 UU LLAJ mengatur tentang pidana bagi pelaku yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas dengan berbagai akibat, seperti kerusakan kendaraan, korban luka ringan, korban luka berat, dan korban meninggal dunia 
  • Pasal 234 ayat 1 UU LLAJ mengatur tentang tanggung jawab pengemudi, pemilik kendaraan, dan/atau perusahaan angkutan umum atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pemilik barang, dan/atau pihak ketiga. 
  •  Selain itu, pelaku yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas juga wajib mengganti kerugian korban. Ganti kerugian ini bisa dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai

 

 

 

SENGKETA TANAH HAK WARIS

Hak waris adalah hak yang dimiliki oleh ahli waris untuk menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. 

Hukum waris adalah seperangkat aturan yang mengatur tentang: 
  • Pemindahan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris 
  • Akibat pemindahan harta kekayaan tersebut bagi ahli waris 

Konsekuensi pemindahan harta kekayaan tersebut bagi pihak ketiga 

 Beberapa istilah dalam hukum waris, antara lain:
  • Pewaris: Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan, pusaka, atau surat wasiat
  • Ahli waris: Orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris
  • Warisan: Harta peninggalan, pusaka, dan surat wasiat 
     Di Indonesia, pembagian waris biasanya menggunakan sistem kekerabatan. Pembagian ahli waris berdasarkan hubungan darah, yaitu:

    Golongan laki-laki: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakekGolongan perempuan: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek

PASAL 378 DALAM KUHP PASAL 378 KUHP

Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang tindak pidana penipuan. Pelaku penipuan yang terbukti melanggar pasal ini dapat diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 

Penipuan terjadi ketika seseorang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu, atau martabat palsu untuk menggerakkan orang lain agar menyerahkan barang atau menghapuskan utang. 

Pasal 378 merupakan delik aduan, yang berarti dapat dituntut oleh Penuntut Umum jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan.
Pasal 378 dalam KUHP bertujuan untuk melindungi kehormatan dan keadilan di masyarakat. Dengan adanya pasal ini, hukum memberikan perlindungan terhadap individu atau pihak yang menjadi korban dari tindakan penipuan yang dilakukan oleh pihak lain